Klik Kabar ( di kutip dari reuters.com ) - Jakarta, 27 Juli 2025
Pemerintah Indonesia kembali membuat gebrakan dengan melibatkan militer (TNI) dalam proyek penyediaan obat murah bagi masyarakat. Program yang dipimpin langsung oleh Kementerian Pertahanan ini menargetkan produksi jutaan tablet dan obat generik dengan harga hingga 50% lebih murah dari harga pasar.
Namun, langkah ini justru memicu kekhawatiran serius dari kalangan masyarakat sipil, aktivis, dan pakar demokrasi. Banyak pihak mempertanyakan: Apakah militer seharusnya terlibat dalam urusan sipil seperti distribusi obat?
💊 Apa Itu Program Obat Murah oleh Militer?
Kementerian Pertahanan bekerja sama dengan laboratorium militer untuk memproduksi obat-obatan, seperti paracetamol, antibiotik, dan vitamin, yang akan didistribusikan melalui lebih dari 80.000 koperasi dan jaringan distribusi negara.
Program ini diklaim sebagai langkah untuk:
- Menekan harga obat yang dinilai terlalu tinggi.
- Memutus rantai mafia farmasi.
- Meningkatkan akses obat bagi masyarakat miskin.
"Ini adalah bentuk pengabdian TNI untuk rakyat, dan bagian dari ketahanan nasional di bidang kesehatan," kata Juru Bicara Kemhan, Kolonel Asep Wibowo.
Di balik niat baik tersebut, banyak pihak merasa cemas akan kembalinya “dwifungsi ABRI” yang dulu pernah menjadi sorotan dalam sejarah politik Indonesia. Dalam sistem demokrasi, militer umumnya tidak diberi kewenangan untuk terlibat langsung dalam urusan sipil dan ekonomi.
Menurut pakar hukum tata negara, Prof. Zainal Arifin, program ini berisiko membuka jalan intervensi militer dalam sektor-sektor lain yang seharusnya dikelola sipil.
“Bukan soal murahnya obat, tapi soal prinsip demokrasi dan supremasi sipil. Kita tidak bisa membiarkan militer masuk ke semua lini, meski dengan alasan efisiensi,” jelasnya.
🎯 Pro dan Kontra di Tengah Publik
Pro :
- Harga obat jadi lebih terjangkau
- Pemerataan distribusi sampai pelosok
- Respons cepat terhadap krisis kesehatan
Kontra :
- Pelanggaran batas militer dan sipil
- Mengaburkan fungsi militer dalam konstitusi
- Bisa dimanfaatkan untuk kepentingan politik
Beberapa organisasi seperti KontraS dan Imparsial menyatakan keberatan atas proyek ini. Mereka meminta DPR dan Presiden meninjau ulang keterlibatan militer dalam urusan ekonomi rakyat.
"TNI seharusnya fokus pada pertahanan negara, bukan memproduksi dan menjual obat," tegas Imelda Ratu, peneliti dari Imparsial.
Program obat murah oleh militer memang terlihat menjanjikan dari sisi harga dan distribusi, namun menyimpan risiko besar bagi sistem demokrasi Indonesia. Di tengah upaya memperbaiki pelayanan publik, keterlibatan militer harus tetap diawasi ketat agar tidak melampaui batas peran konstitusionalnya.
Pertanyaannya kini: apakah rakyat harus memilih antara obat murah dan demokrasi? Atau bisakah keduanya berjalan seimbang?
Jika Anda seorang tenaga kesehatan, anggota koperasi, atau warga yang terdampak program ini, tuliskan pendapat Anda di kolom komentar. Suara Anda penting!
sumber : https://www.reuters.com/business/healthcare-pharmaceuticals/indonesian-militarys-new-pharma-role-sparks-fears-expanded-powers-2025-07-23/?utm_source=chatgpt.com